Menjaga Fitrah Idul Fitri

Menjaga Fitrah Idul Fitri

Idul fitri yang berarti kembali kepada fitrah kemanusiaan sesuai dengan ciptaan Allah merupakan karunia Allah yang wajib kita syukuri bersama, sebagaimana yang Allah firmankan di dalam Al Qur'an:

"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur". (QS. Al Baqarah: 185)

menjaga fitrah idul fitri

Sebagai bukti nyata rasa syukur kita kepada-Nya pasca Ramadhan adalah dengan mempertahankan spirit, kebiasaan baik dan nilai-nilai Ramadhan lalu agar tetap berlanjut dan menjadi bekal untuk menjalani hari-hari pada sebelas bulan berikutnya sampai menjelang Ramadhan berikutnya, sehingga kita tidak hanya menjadi seorang hamba yang mengenal Allah pada bulan Ramadhan saja (‘Abdun Ramadhani) akan tetapi kita akan berupaya untuk menjadi hamba Allah yang tetap mengenal Allah di sepanjang waktu (‘Abdun Rabbani). 

Di antara kebiasaan baik Ramadhan yang seharusnya senantiasa kita jaga adalah:

Pertama, Terbiasa Dengan Nilai Keikhlasan Kepada Allah

Seringkali pada bulan Ramadhan kemarin kita mendengar hadits qudsi berikut ini:

"Puasa itu adalah milik-Ku dan Aku (langsung) yang akan memberi pahala-Nya". (HR. Bukhori)

Atau dalam hadits yang lain:

"Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan penuh pengharapan (kepada Allah) maka akan diampuni dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhori & Muslim)

Artinya motivasi puasa umat Islam kemarin idealnya adalah murni karena Allah dan karena ingin mendapatkan pahala Allah secara langsung.

Nilai keikhlasan seperti inilah yang harus dipertahankan, karena meskipun tidak ada yang memberikan imbalan duniawi, kita tetap bersemangat untuk melaksanakannya karena murni ingin meraih ridho Allah –Ta'ala-.

Marilah kebiasaan ikhlas ini kita bawa di luar bulan Ramadhan; karena Allah memerintahkan ikhlas pada semua hal:

"Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus". (QS. Al Bayyinah: 5).

Bahkan menjadi salah satu  syarat diterimanya amal kita oleh-Nya.

Kedua, Kebiasaan Merasakan Muraqabatullah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Ibadah puasa Ramadhan termasuk ibadah yang panjang karena dilakukan sepanjang hari dan selama satu bulan, dan pada rentang waktu tersebut kita selalu ingat kepada Allah –Ta'ala-; karena kita dalam kondisi beribadah kepada Allah.

Maka perasaan bahwa kita selalu diawasi oleh Allah inilah yang harus kita bawa di luar bulan Ramadhan; karena "CCTV" Allah lebih detail dan lebih valid dari pada CCTV buatan manusia.

Sebagaimana definisi ihsan yang sering kita dengar bersama:

"Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak melihat-Nya maka sungguh Dia senantiasa melihatmu". (HR. Muttafaqun alaih)

Ketiga, Kebiasaan Pengendalian Diri

Kita selama satu bulan penuh dilatih untuk mengendalikan diri; karena puasa hakekatnya adalah al Imsak (menahan diri), sebagaimana definisi Imam Syaukani:

إمساك مخصوص، في زمن مخصوص، بشرائط مخصوصة

"Menahan dengan cara tertentu, pada waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula". (Imam Syaukani—Nail Authar)

Kita menahan diri untuk tidak makan dan minum dan semua yang membatalkan puasa, karena semata-mata ingin meraih ridho Allah, padahal makanan dan minuman hukum asalnya adalah mubah.

Maka kebiasaan pengendalian diri inilah yang harus kita bawa di luar bulan Ramadhan, dan tidak berlebih-lebihan.

"...dan janganlah berlebih-lebihan, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan". (QS. Al A'raf: 31)

Keempat, Kebiasaan Berbagi Kepada Sesama

"Bahwa Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan". (HR. Bukhori & Muslim)

Semangat berbagi kepada sesama inilah yang juga harus dibawa di luar bulan Ramadhan.

Jangan dikira para fuqara dan orang-orang miskin yang membutuhkan uluran tangan kita, akan tetapi justru pemilik harta-lah yang butuh untuk mensucikan diri dan hartanya.

"Shadaqah adalah penjelas (bukti)". (HR. Baihaqi & Thabrani)

Berbagi kepada sesama menjadi bukti nyata bahwa kita termasuk orang yang beriman.

Kelima, Kebiasaan Dekat Dengan Al Qur'an

Selama bulan Ramadhan kemarin rata-rata semua umat Islam sangat dekat dengan Al Qur'an, baik dengan membaca, bertadarus, memahami kandungannya, mengamalkan dan mendakwahkannya, sepanjang hari baik siang maupun pada malam hari.

Marilah kita lestarikan kedekatan kita kepada kalamullah di luar bulan Ramadhan. Bagaimana al Qur'an akan menjadi pedoman hidup jika kita menjauhinya !?...

Jangan sampai kita masuk dalam kategori yang dicemaskan oleh Rasulullah:

"Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak dihiraukan". (QS. Al Furqon: 30)

Keenam, Kebiasaan Waspada Terhadap Tipu Daya Syetan.

Kita tahu selama bulan suci Ramadhan kemarin para syetan dibelenggu oleh Allah:

"Para pembangkang dari syetan telah dibelenggu". (HR. Ahmad & Nasa'i)

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)". (QS. Al An'am: 112). 

Akhirnya, kita memohon pertolongan kepada Allah agar mampu mempertahankan spirit Ramadhan lalu sehingga ketaqwaan benar-benar kita raih bersama. Wallahu A'lam bis Shawab.